Sunday, May 19, 2013

Star Trek Into Darkness (2013)


Trailers:
Jujur saja, untuk film ini aku sama sekali tidak termotivasi menonton trailer-trailernya atau membaca previewnya. Jadi, benar-benar blank dan tidak punya ekspektasi apa-apa selain minimal sama menariknya dengan film pertama versi Abramsverse.

Jadi, untuk bagian ini, kita bahas trailer yang mendahului pemutaran film ini di bioskop saja. Yang teringat olehku dan mungkin akan kutonton di bioskop juga adalah film Sang Kiai, Despicable Me 2, After Earth, dan Epic. Khusus film terakhir, saat belum tahu judulnya tapi melihat potongan-potongan adegan perang di trailernya, aku sempat tercetus, "Wow, epic banget!" sebelum akhirnya tahu kalau itu memang judul filmnya.

Experience :
Hari Sabtu, tanggal 18 Mei 2013 akhirnya aku melangkahkan kaki ke bioskop untuk menonton film ini (literally, karena kostanku tidak jauh dari Plaza Semanggi). Sebenarnya film ini sudah tayang sejak tanggal 15 Mei, atau tanggal 11 Mei malah, kalau memang mau nekat nonton midnite. Sayangnya, aku bukan Trekkie sejati yang merasa wajib nonton film ini lebih dulu dari siapapun. Bahkan ketika rencana nonton bareng pulang kantor pada hari Jumatnya batal gegara hujan lebat pun sama sekali tidak ada rasa kecewa. Aku yakin seyakin-yakinnya bisa dapat tiket film ini kapan saja dengan mudah. Dan memang benar adanya. Mungkin karena jarang orang memilih nonton yang matinee di hari Sabtu, kecuali untuk film yang sekelas Iron Man 3 barangkali.

Bicara tentang experience, ternyata aku puas menonton film ini, karena berhasil mengocok emosi di beberapa adegan yang membuatku terpaksa harus melepas kacamata dan menyusut air mata...

What?!! Memangnya film drama? Katanya film sci-fi action?

Review :
Apa yang terpikir olehmu ketika tokoh antagonis yang diperankan oleh Benedict Cumberbatch tiba-tiba berkata, "My name is Khan"?

Well, buat Trekkie sejati pasti langsung berseru "Ooh" atau "Aah", lantas mengaitkannya dengan tokoh Khan Noonian Singh yang muncul di serial TV Star Trek orisinal dan film keduanya, The Wrath of Khan.

Tapi buat casual movigoer yang juga menonton film-film India, khususnya yang dibintangi megastar SRK, bisa jadi malah film ini yang terpikir:
Entah penulis skenarionya atau Cumberbatch sendiri tahu film SRK satu itu atau tidak, tapi yang jelas sebagian penonton Indonesia mungkin malah tertawa atau tersenyum geli mendengar dialog yang satu itu, padahal itu adegan lagi serius-seriusnya :)

Terlepas dari intermezzo di atas, film Star Trek Into Darkness membuatku puas. Bukan jalan cerita atau adegan actionnya yang bikin puas tentunya, karena boleh dibilang plotnya standar dan biasa saja, kalau bukan dibilang fotokopi modifikasi dari film lawas Star Trek (namanya juga alternate universe) yang melibatkan tokoh manusia super bernama Khan. Iyaa, kadang sebuah film kubilang bagus kalau bisa mengaduk emosiku dan membuat mataku berkaca-kaca, dan di sini yang menyelamatkan film ini adalah dinamika antara James T. Kirk (Chris Pine) dan Spock (Zachary Quinto).

Seperti di film pertamanya, hubungan antara dua tokoh yang amat berlawanan ini dieksplorasi dari awal sampai akhir. Bagaimana Kirk yang mengandalkan insting dan bertemperamen panas bersinergi dengan Spock yang mengandalkan rasio dan bertemperamen dingin. Dari adegan pembuka saja diperlihatkan jelas kutub yang berlawanan ini, keputusan yang diambil keduanya, yang berujung pada dilengserkannya Kirk dari kursi kapten SS Enterprise.

Aksi John Harrison yang membom pusat data Starfleet di London disusul penyerangan pusat komando Starfleet yang turut menewaskan Admiral Pike yang sangat dihormati Kirk berujung pada perburuan Harrison yang dikomandani Kirk yang lebih bermotif balas dendam. Masalahnya, John Harrison kabur ke wilayah Klingon, sehingga perintah Admiral Marcus agar si terdakwa ditembak dari jauh dengan torpedo membuat motivasinya patut dipertanyakan (meskipun gampang ditebak penonton, sebenarnya).

Untungnya, Kirk tidak hanya berbekal dendam, sehingga tidak langsung mematuhi perintah Admiral Marcus dan lebih memilih solusi yang diamini oleh Spock: menangkap Harrison hidup-hidup dan membawanya ke Bumi untuk diadili.

Anyway, dengan berbagai twist klise di sepanjang film dan adegan action yang kadang membuatku bertanya-tanya mengapa di masa depan tidak ada teknologi repulsor, yang paling menarik adalah proses transformasi Kirk menjadi lebih rasional dan selfless yang diiringi transformasi Spock menjadi lebih emosional. Puncak dari semua itu adalah adegan di mana Kirk mengorbankan nyawanya demi para kru SS Enterprise dan Spock yang tidak kuasa meredam emosinya memburu dan melampiaskan kemarahannya pada Khan. Asli, adegan-adegan emosional inilah yang membuatku menyukai film ini.

Pada akhirnya, meskipun adegan pengorbanan Kirk di sini bisa dianggap cerminan dari adegan pengorbanan Spock di The Wrath of Khan, J.J. Abrams rupanya memutuskan hal yang berbeda untuk endingnya. Tapi tak mengapa. Sungguh, kita tak membutuhkan film yang berjudul The Search for Kirk untuk installment berikutnya.

Kesimpulan :
Pantas untuk ditonton ulang kapan-kapan.






No comments:

Post a Comment